
Sambutan Kepala Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila ( UKP PIP )
Dr. Yudi Latif
Yang saya hormati para Pimpinan dan Pengurus Penghimpunan Pengasuh Pesantren Indonesia.
Yang saya hormati Pimpinan Pesantren Darunnajah
Yang saya hormati Pimpinan Pesantren Gontor Ponorogo dan Universitas Darussalam wabil husus ustad saya yang paling favorit sejak dulu KH. Hasan Abdullah Sahal yang dari dulu setahu saya masih muda seperti ini. Semoga Allah SWT memberi kekuatan kepada beliau untuk senantiasa mengasuh dan mengawal perjuangan kita semua.
Yang saya hormati Kapolri atau yang mewakilinya.
Yang saya hormati bapak Menteri Agama atau yang mewakilinya
Dan tamu – tamu lain yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu
Ini sungguh suat kebahagiaa n bagi saya sebagai alumni Pondok Modern Gontor Ponorogo sekaligus sekarang diberi Amanah sebagai Kepala Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila, kenapa saya gembira? Karena tema dari acara hari ini adalah “Pesantren Sebagai Benteng NKRI dan Pengawal Moral Pancasila” . Tema ini sangat pas di tengah simpang siur kesalahpahaman seolah – olah antara agama dan Pancasila itu ingin dihadap – hadapkan, ada pikiran bahwa Pancasila bertentangan dengan agama, sebaliknya juga ada pikiran bahwa agama dan Pancasila itu disamakan, dua hal yang menurut saya tidak tepat.
Agama tidak sama dengan Pancasila tapi juga Pancasila tidak bertentangan dengan agama, tapi sekarang ada pikiran seolah – olah Pancasila ingin menggantikan agama di lain pihak seolah – olah Pancasila itu bertentangan dengan agama, saya kira pikiran seperti ini harus diliuruskan.
Didalam lektur biasanya sering diibaratkan atau dikiaskan, ibaratnya kalau agama itu semacam tebunya sedangkan Pancasila itu perasan esensial dari tebu menjadi gula, kalau saya katakan apakah gula bisa diisahkan dengan tebu atau tidak ? pasti tidak bisa, tapi akah gula bisa dibedakan dengan tebu atau tidak ? pasti bisa, atau saya juga sering mengambil ibarat kalau agama itu menara – menara yang menjulang ke langit, ada menara Islam, menara Kristen, menara Hindu, menjulang ke langit vertikal sistem penyembahan kepada Allah SWT, nah masalahnya fakta kehidupan kita tidak bisa menyangkal bahwa hidup di dunia iniselalu merupakan hidup didalamsegala keragaman termasuk, termasuk keragaman agama. Alqur’an sendiri sudah jelas – jelas secara eksplisit dan implisit mengakui adanya keragaman agama itu, nah persoalannya terhadap pengikut agama yang berbeda itu dalam kehidupan muamalah mau di apakan ? apakah kita mengatakan kalau kamu berjumpa dengan pengikut agama yang berbeda bunuhlah dimanapun kalian ketemu, atau yang kedua karena fakta ini beragam agama, suku, dan segala setiap komunitas agama harus memiliki landasan moral untuk bisa hidup bersampingan dalam kehidupan publik seacara damai, nah untuk itu antar menara – menara ini supaya menara Islam, menara Kristen, menara Hindu masing – masing anggota, komunitasnya bisa saling berhubungan satu sam lain apa yang harus kita lakukan ? maka antar menara itu harus dibuat jembatan, jadi kalau ada jembatan pengikut dibendara ini bisa berhubungan dengan menara – menara lain. Nah agama adalah tower yang menjulang ke langit sedangkan jembatan yang menghubungkan antar tower itu, itu yang kita sebut sebagai Pancasila. Sekarang kita coba tanya , apakah jembatan itu bisa dibedakan dengan towernya atau tidak? Bisa dibedakan ini jembatan dan ini towernya. Tapi apakah jembatan itu bisa dipisahkan tidak dengan menaranya ? Tidak bisa dipisahkan, nah oleh karena itu setiap komunitas agam pasti sudah membekali para pengikutnya bagaimana dalam kehidupan muamalah ini bisa saling berhubungan secara damai dan di dalam hal itu sebenarnya agama boleh dibilang merupakan mata air sumber nilai Pancasila yang paling penting, kalau Bung Karno sering mengatakan “Aku gali pancasila itu dari akar – akar nilai yang ada di bumi Indonesia sendiri, salah satu akar nilai dari Pancasila itu dari dunia pesantren, dari dunia keagamaan”. Persoalannya kalau begitu nilai Pancasila itu tidak bertentangan dengan agama, kalau begitu kenapa harus disebut sebagai Pancasila? Sebut saja nilai itu nilai agama, kalau memang nilai Pancasila itu tidak bertentangan dengan nilai agama kenapa tidak kita sebut itu adalah ajaran agama saja tidak usah disebut Pancasila.
Hendaklah kita ingat bahwa di dalam pergaulan muamalah itu di mana dalam kehidupan bernegara ini ada terdiri dari banyak agama kita harus melakukan kontrak sosial melakukan semacam perjanjian, melakukan satu piagam kerja sama perjanjian yang dalam kontrak ini harus diterima oleh semua agama, kalau kontrak dalam hidup ini harus diterima oleh semua agama – agama, maka kita harus mencari istilah yang netral, yang bisa diterima oleh semua agam – agama, dalam hal ini saya kira Nabi Muhammad SAW sudah memberi teladan kepada kita dilama hal umat Islam, Nasrani, dan lain – lain melakukan kontrak selalu dicari istilah piagam – piagam yang netral misalnya di Madinah Nabi Muhammad membuat piagam Madinah bukan piagam syariah islam tapi piagam Madinah, kita juga bisa melihat contoh pejajnijan Hudaibiyah, di dalam perjanjian Hudaibiyah supaya antara komunitas muslim Madinah dan komnunitas Quraisy bisa bertemu maka seluruh istilah – istilah harus menggunakan istilah – istilah yang bisa diterima oleh pihak quraisy dan pihak muslim, maka misalnya dalam perjanijian hudaibiyah istilah Allah dihapus, istilah Rasulullah dihapus jadi misalnya Muhammad Rasulullah diganti dengan Muhammad Ibnu Abdullah supaya terjadi istilah yang bisa diterima bersama, dengan kata lain Pancasila itu nilai – nilainya memang tidak terpisahkan dari nilai moral agama tetapi istilahnya nilai ini bisa inklusif diterima oleh semua agama – agama maka kita sebutlah nilai – nilai universal yang menyatukan agama – agama itu kita sebut sebagai Pancasila, makanya tadi pak Kyai Hasan mengatakan pada saya sebelum masuk ke sini coba lihat pembukaan undang dasar 45 tidak ada itu sebutan Pancasila karena yang penting adalah nilai – nilainya itu, kita ini jangan terpaku kepada istilah Pancasila tapi kelima nilai Pancasila itu sejalan dengan moral publik agama terutama agama islam, misalnya sila pertama kalau Bung Karno mengatakan “Hendaklah orang Indonesia bertuhan, dan bertuhan menurut agamanya masing – masing” , itu jelas sesuai dengan prinsip islam , bahwa di dalam agama islam satu sisi kita ini harus beriman kepada Allah tetapi di dalam beriman kepada Allah itu tidak boleh memaksakan keimanan kita kepada pengikut agam lain, لكم دينكم ولي دين , dan Bung Karno juga mengatakan “Hendaklah di dalam menjalankan keimanan menurut agama masing – masing itu kita mengimbangkan keagamaan yang lapang, yang toleran, keagamaan yang berkebudayaan dan berkeadaban. Nah itu juga saya kira sesuai juga dengan salah satu ayat di dalam Al – qur’an :
إنً الذين أمنواوالذين هادو والنصارى والصا بئين منءامن با الله واليوم الأخروعمل صالحا فلهم أجرهم عند ربًهم ولاخوف عليهم ولاهم يحزنون ( البقرة : 62 ).
Nah jadi implisit ayat itu mengakui keberadaan agama – agama di dalam satu kehidupan publik.
Sila Kedua itu juga sesuai dengan moral islam yang menjunjung tinggi kemuliaan bani Adam bahwa seluruh anak – anak ini apapun rasnya apapun etnisnya sama – sama mulia di hadapan tuhan dan kemanusiaan لقدكرًمنا بنى أدم semua anak – anak Adam apapun agamanya sama-sama mulia bahkan kita tahu kalau orang islam itu jumlah jamaah hajinya banyak setiap tahunnya tetapi kita tahu puncak ibadah haji atau jantung ibadah haji itu wukuf di Arafah, tetapi apa istimewanya Arafah padahal hanya padang tandus saja ? sekarang ada penghijauan orang Arab menyebutnya “شجرة سوكرنو” karena ide penghijauشn itu datang dari Presiden Soekarno. Tapi apa istimewanya Arafah? Itulah di dalam khutbatul Wada’ atau khutbah terakhir nabi sebelum wafat menekankan pentingnya nilai – nilai hak – hak dasar manusia “Pada hari ini aku muliakan darahmu, hartamu, dan kehormatanmuالدما والأموال والأرد , hak hidup, hak milik dan kehormatan. من قتل النفس بغير نفس فكأنما قتل النفس جميعا “barang siapa membunuh manusia tanpa alasan yang jelas seperti membunuh satu kemanusiaan”, jadi jelas nilai islam menjunjung tinggi nilai kemanusiaan yang adil beradab.
Sila ketiga jelas – jelas di dalam moral Madinah itu kita diajarkan bahwa fakta kenyataan itu Allah SWT menciptakan kita berlainan berbeda – beda , laki – laki dan perempuan bersuku – suku berbangsa – bangsa semuanya ini bukan saling untuk memaki bukan saling membunuh tapi untuk ta’arofu untuk saling meng’arifkan, saling mengenal satu sama lain,
ياأيهاالناس إنا خلقنكم من ذكر وأنثى وجعلنكم شعوبا وقبائل لتعارفوا
Perbedaan bukan jadi pangkal pertikaian tapi pangkal saling meng’arifkan mengenal saja tidak cukup ta’arofu berarti muncul saling meng’arifkan.
Yang ke empat, moral Pancasila yang ke empat jelas – jelas di dalam mesyarakat majemuk multi agamacara pengambilan keputusan bukan berarti berdasarkan menang – menangan jumlah, otot, atau menang – menangan uang tapi atas dasar prinsip konsensus sama – sama menang “Win Win Solution”,
Dan akhirnya sila ke ima jelas – jelas ini adalah satu prinsip di mana moral Madinah sangat menjujnjung tinggi keadilan dan keadilan ini sereing dikatakan merupakan jantung dan esensi dari moral islam, sehingga di dalam khutbah – khutbah kita di hari jum’at selalu ditutup dengaتذكرون إن الله يأمركم بالعدل ولإحسان وإيتاءذى القربى وينهى عن الفحشاءوالمنكروالبغى يعذكم لعلكم
Ustadz Hasan saya sengaja ngutip – ngutip ayat Al – Qur’an supaya saya masih ada ingatan waktu saya pesantren dulu, supaya masih diakui sebagai warga dari pada pesantren.. Dan sekaligus untuk meyakinkan bahwa menjadi muslim itu ya Pancasilais gitu, atau menjadi pancasilais itu yang bener juga, kita ini bia menjadi 100 persen muslim dan 100 menjadi Pancasila supaya tidak spilt persnality,. Dan di mana – mama kalau saya diinterview misalkan kapan sodara mulai membudayakan penghormatan pada penilaian perbedaan saya bilan “saya menemukan pengalaman bahkan sesama islam bisda saling menghargai ketika saya masuk gontor”. Kenapa ? Karena di Gontor itu selalu diajari pondok ini berdiri dan untuk semua golongan itu. Saya ini lahir di desa sangat terpencil di Sukabumi Selatan namanya Jampang Kulon, tidak ada di dalam peta, segalanya Homogen, 100 persen Islam ,100 persen NU, begitu saya masuk di Gontor untuk pertama kalinya saya mengenal bahkan keragaman Internal Di dalam Islam itu sendiri, di Gontor saya belajar kalau Imamnya orang Muhammadiyah tidak pake qunut kita juga ikut – ikutan tidak pake qunut, jadi sebenarnya Gontorlah yang mengajarkan DNA Pancasila saya. Sekarang saya mohon izin dari rahim pesantren ini DNA Pancasila ini ingin saya tebarkan ke seluruh tanah air supaya kita masyarakat majemuk tetap hidup rukun damai bagi kebahagiaan hidup kita bersama.
Saya kira itu saja sambutan dari saya selaku Kepala Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila ( UKP PIP ), karena semakin panjang saya bicara semakin ketahuan ayat – ayatnya terbatas, saya sangat senang hari ini dengan acara ini semoga benar – benar kitra merukunkan persaudaraan dan persahabatan.
Wassalamualaikun Wr.Wb.