Ini Tanggapan Para Kiai dan Anggota AHWA Atas Pernyataan Dirjen Pendis

Dalam keterangannnya yang dimuat Tribun edisi 31 Desember 2021 dan Irhram.republika.co.id Dirjen Pendis Ali Rhamdani menyatakan bahwa mekanisme penunjukkan Majelis Masyayikh sudah sesuai dengan PMA 31 Tahun 2020 dan UU No 18 Tahun 2019 Tentang Pesantren. Menanggapi permasalahan tersebut berikut ini pandangan para kiai yang kebangayakn terlibat dalam penyusunan regulasi di atas.

Menurut Dr. KH. Zulkifli Muhadli, S.H., MM, Ketum FPAG dan Pengasuh PP Al-Ikhlas, Taliwang Sumbawa Barat

“Menag tidak proporsional dalam penetapan MM, karena telah melecehkan pesantren-pesantren dari varian muallimin, karena tidak ada wakilnya di MM, padahal varian muallimin sudah menjadi salah satu sistem pesantren dalam UU Pesantren 18/2019, ini bentuk sektarianisme dan kesewenang-wenangan”

Sementara KH. Lukman Haris Dimyati
Sekjen FKPM serta Pengasuh PP Tremas, Pacitan menyatakan:

“Usulan nama dari Forum Komunikasi Pesantren Muadalah (FKPM) tidak ada yang ditetapkan oleh Menag, padahal sudah diusulkan oleh perwakilan kami di tim AHWA. Salafiyah dan ashriyah tak dapat dipisahkan, keduanya berada di garda terdepan dalam melahirkan UU Pesantren 18/2019. Dan kedua varian itu ada jelas termaktub dalam UU Pesantren. Maka, mengabaikannya adalah bentuk pengkhianatan konstitusional”

Dalam pernyataannya tertulisnya KH. Anang Rikza Masyhadi, M.A., Ph.D, Sekjen FPAG serta Pengasuh PP Tazakka Batang menyampaikan:

“Menag tidak semestinya mempersonifikasi masalah MM hanya dengan menetapkan anggota MM dari varian salafiyah saja, dan menafikan muallimin. Dua varian ini dijamin oleh UU Pesantren 18/2019. Dan dua varian ini tak dapat dipisahkan. Jadi, Menag tidak memenuhi asas proporsionalitas dalam penetapan MM sebagaimana diatur sendiri olehnya dalam Peraturan Menteri Agama No. 31/2020. Saya harap, Menag legowo menambah lagi jumlah anggota MM dari nama-nama yang diajukan AHWA untuk memenuhi asas proporsionalitas.”

Dari Banten Drs. KH. Anang Azhari Alie, M.Pd, Presidium FSPP Banten
Pengasuh PP Al-Mizan Banten lebih lanjut menyampaikan bahwa:

“Bersikap proporsional sajalah, jangan ditarik pada kepentingan golongan tertentu, ini urusan pesantren seluruhnya, bukan hanya pesantren tertentu saja”

KH. Ahmad Taufik, Anggota AHWA dan Pengasuh Pesantren Salafiyah, Pasuruan, sangat menyesalkan kejadian ini :

“Saya sangat kecewa dengan Menag, karena ia telah mencoret sebagian besar nama yang diusulkan oleh AHWA, padahal nama-nama itu dijaring melalui mekanisme yang ketat dan dengan mempertimbangkan asas proporsionalitas keterwakilan varian pesantren sebagaimana amanat Peraturan Menteri Agama No. 31/2020”

Hal senada juga disampaikan anggota AHWA yang lain Dr. H. Agus Budiman, M.Pd:

“Saya heran dan sangat menyesalkan mengapa Menag hanya menetapkan 9 orang saja padahal ia bisa menetapkan 17 orang. Rekomendasi kami tim AHWA yaitu 17 orang dari 21 nama yang diajukan. Itu sesuai Peraturan Menteri Agama No. 31/2020.”

Dari P2I Dr. KH. M. Tata Taufik Presiden P2I (Pengasuh Pesantren Indonesia) dan Pengasuh PP Al-Ikhlas Kuningan. Menegaskan bahwa pa yang disampikan Dirjen itu keliru dan tidak memahami semangat regulasi pesantren.

“Menag nampak belum atau tidak membaca UU 18/2019 tentang Pesantren dan turunannya, termasuk keputusannya sendiri yaitu Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 31/2020. Baca lagi yang benar dan teliti, apa itu asas proporsionalitas dan bagaimana kaitannya dengan tugas dan cakupan MM. Kami terlibat dalam perumusan mulai dari UU Pesantren, hingga PMA dan juknis-juknisnya, kami paham maksud pasal-pasal itu, bukan seperti yang dipahami Dirjen, keliru itu”